Suasana Pagi di Dusun Getas



Pada hari liburlah aku leluasa merasakan udara pagi di kampung kelahiranku. Hari di mana sayup-sayup penduduk terdengar hampa. Di hari ini pula, membuka kancing jendela tak terlalu memaksa, tak terlalu menghardik kejam untuk sekadar membuka. Bahkan di hari ini rerasanya segala sesuatu akan terasa santai dan lebih tepatnya malas berat.
            Sebagai pelajar dengan penuh onggokan tugas yang selalu menghantui hari-hari biasa, aku pun terlarut dalam jurang kemalasan tadi. Terlebih, aku hampir bingung apa yang harus kulakukan hari ini. Karena bukan waktunya deadline menghadang, aku merasa tugas itu tidaklah sepenting pagi hari nan menyejukkan. Deadline tugas-tugas bak berada di ujung hari tanpa limit, limit tak hingga. Dan pagi hari seperti ini tidak mampu digantikan oleh apapun yang mahal-mahal di dunia. Pagi adalah kenikmatan yang tiada tara.
            Dimulai dari membuka jendela, seakan dunia ini kembali membuka matanya setelah beberapa jam pulas dalam petualangan mimpi. Langit biru-biru agak tua beserta di ufuk timur menyeret langit kemerah-merahan orange. Matahari sedang ancang-ancang untuk datang. Kadang pula, bintang malam masih nampak di langit pukul 5. Hmm.. Subhanallah. Serta yang tak pernah lenyap dari pagi apapun –pagi hujan abu, pagi hujan air, pagi kemarau panjang- akan selalu sama tenatng temperatur udaranya. Pun angin yang semilir berhembus, sesekali menyapa rambut-rambut kulit pembuka jendela. Sejuk sekali.
            Begitulah suasana pagi. Beberapa orang terbangunkan oleh alarm pagi itu. Mereka bergegas mengangkat kaki untuk jalan-jalan. Meskipun sebagian besar dari mereka adalah orang tua lanjut usia yang jalan kaki dimanfaatkan di masa tuanya agar kakinya tetap kuat. Badannnya tetap tegap. Dan sehat selalu walafiat. Di jalan utama, jalan truk-truk pengangkut latex dan tromboso, mereka biasa meregangkan anggota geraknya. Sambil bertukar sapa pada siapa saja yang melintas, tidak peduli mereka kenal atau tidak. Senyum yang merekah dari bibir mereka, seakan menggambarkan kegembiraan dan rasa syukur atas pagi hari ini.
            Seirirng dengan langkah jarum jam panjang yang dinamis, matahari pun lekas sekali naik ke panggung. Padahal aku belum usai menjelaskan indahnya pagi ini. Tidak ada pula suara anak-anak kecil pagi seperti ini. Aku yakin, mereka sedang menikmati pagi dalam mimpinya.
           

Comments

Popular posts from this blog

Celengan rindu

Apa itu Vaginismus? Bagaimana islam memandang?

Review Film Jakarta Unfair dan opini mengenai permasalahan kemanusiaan di Indonesia