Apa itu Vaginismus? Bagaimana islam memandang?


Vaginismus

Vaginismus merupakan kelainan disfungsi seksual yang terjadi pada perempuan ketika melakukan hubungan seksual. Istilah vaginismus sudah muncul sejak 1861 oleh Sims, yang menyebutkan bahwa istilah tersebut untuk menjelaskan tentang sulitnya penetrasi pada vagina (Mizhari, 2018). Kasus vaginismus termasuk kondisi yang relatif jarang terjadi. Namun, terdapat pula penelitian lain yang menunjukkan jika hal ini merupakan disfungsi psikoseksual yang paling umum terjadi pada perempuan. Meskipun sampai saat ini belum ada data prevalensi penderita vaginismus di dunia, diperkirakan angka prevalensi penderita di setting klinis sekitar 5-17% dari populasi dunia.
Vaginismus terjadi ketika otot pada vagina menegang saat mendapat rangsangan sentuhan atau penetrasi penis milik pasangan. Otot pada area panggul menyempit secara tidak sadar sehingga menyebabkan penetrasi sulit dilakukan. Umumnya, kontraksi otot terjadi saat melakukan hubungan seksual. Seorang perempuan yang menderita vaginismus seringkali merasa bersalah lantaran tidak mampu memenuhi kebutuhan biologis pasangan. Tidak jarang gangguan seksual ini mengakibatkan terjadinya perceraian di antara pasangan ( (Keshavarz, Moghadam, Keshavarz, & Akbarzade, 2013).
Gejala yang terjadi pada perempuan dengan vaginismus di antaranya yaitu ketakutan saat beraktivitas seksual atau nyeri yang dirasakan berulang, terutama saat sesuatu menyentuh alat kelamin atau penetrasi. Perempuan seringkali menghindari ketika diajak untuk berhubungan badan. Namun, vaginismus ini tidak hanya muncul ketika aktivitas seksual. Gejala dan nyeri pada vaginismus dapat dirasakan saat duduk, bersepeda, mengenakan celana dalam yang sempit, dan sebagainya. Vaginismus kini sudah termasuk dalam DSM-V (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders-V) dengan syarat apabila gejala muncul selama setidaknya 6 bulan dan perempuan merasakan beberapa gejala seperti ketakutan atau kecemasan yang intens saat penetrasi pada vagina, nyeri aktual pada panggul  karena penetrasi vagina, dan menyempitnya otot panggul atau otot perut. Saat pemeriksaan vaginismus, dokter akan memberikan beberapa pertanyaan anamnesis (Mizhari, 2018).
Vaginismus diklasifikasikan menjadi 5 (lima) jenis menurut American Psychiatric  Association (2013), sebagai berikut :
a.       Tipe primer
Tipe ini biasanya penderita vaginismus merasakannya sepanjang hidup. Vaginismus terjadi tidak hanya saat berhubungan badan saja, tetapi saat aktivitas non-seksual seperti penggunaan vice versa. Selain itu, perempuan dengan vaginismus tipe ini tidak mampu dimasukkan tampon dalam vagina dan masturbasi. Berbagai faktor psikososial dapat memicu vaginismus tipe primer, seperti distress psikologis, kecemasan depresi, somatisasi, malu, dan lain-lain.
b.      Tipe sekunder
Vaginismus tipe sekunder terjadi setelah periode beraktivitas seksual normal. Faktor penyebabnya masih belum diketahui secara pasti. Berbeda dengan tipe primer, vaginismus tipe sekunder terjadi selama aktivitas seksual dan tidak terjadi ketika beraktivitas non-seksual.
c.       Tipe generalized
Tipe generalized terjadi ketika objek apapun masuk ke vagina, tipe ini selalu mengakibatkan kontraksi secara tidak sadar pada otot vagina.
d.      Tipe situasional
Tipe ini hanya terjadi saat situasi tertentu misalnya hanya muncul saat bersama pasangan, sedangkan ketika bersama orang lain tidak muncul. Biasanya tipe situasional terjadi saat penetrasi vagina sedangkan ketika penetrasi non seks seperti memasukkan tampon atau pemeriksaan ginekologi, atau vice versa tidak dirasakan.
e.       Tipe global
Vaginismus tipe global terjadi di semua situasi dan dengan berbagai objek. Segala aktivitas seksual dan non-seksual yang termasuk dalam penetrasi vagina, baik memasukkan objek seperti tampon maupun penetrasi oleh penis maka termasuk vaginismus tipe global.

Banyak penelitian yang mengungkapkan jika vaginismus terjadi akibat gangguan psikis dan/atau ketidakmampuan kontraksi otot vagina. Biasanya, vaginismus dianggap sebagai gangguan psikologis yang termanifestasi dari rasa takut dan cemas berlebihan terhadap penetrasi. Sementara secara fisik, adanya gangguan spasme vagina yaitu terjadinya kontraksi (kejang) otot di area vagina yang menyulitkan saat berhubungan seks dengan adanya rasa sakit atau hubungan seks menjadi sulit terjadi. Seperti yang telah di jelaskan sebelumnya, jika lubang vagina tidak mampu melebar (dilatasi) dan dapat memengaruhi rangsangan yang telah dilakukan.

Secara medis, vaginismus telah dikategorikan dalam DSM-5 tentang penyakit seksual. Salah satu pencegahan yang dapat dilakukan yaitu melakukan diagnosis lebih dini untuk mencegah memburuknya penyakit ini. Ahli ginekologi sangat berperan besar dalam mengidentifikasi. Pengobatan fisioterapi menggunakan teknik yang bertujuan mengatasi vaginismus dapat digunakan sebagai cara rehabilitasi fungsi seksual (Pereira CMA & HJ, 2013).

 Keterkaitan vaginismus dengan perceraian
Di dalam al Quran surat an-Nur ayat 32, Allah telah menjelaskan :
Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Allah telah menganjurkan hamba-Nya untuk memenuhi separuh agama dengan menikah atau melakukan perkawinan. Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah pun juga menerangkan dalam haditsnya, …dan aku menikahi perempuan, maka siapa yang membenci sunnahku maka ia bukan dari golonganku. (Muttafaq alaih)
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa salah satu tujuan dari sebuah pernikahan adalah menghalalkan hubungan antara laki-laki dan perempuan. Sehingga dengan halalnya hubungan tersebut, dapat melahirkan keturunan melalui hubungan seksual. Maka, kebutuhan biologis berupa hubungan suami-istri menjadi salah satu faktor kuatnya sebuah rumah tangga. Apabila tidak terpenuhi biasanya akan berujung pada perceraian. Banyak pasangan yang mengeluhkan vaginismus karena tidak mampu menikmati pernikahan dengan pasangan, sering terjadi saat malam bulan madu. Sehingga, perceraian umumnya menjadi akhir dari kebanyakan penderita vaginismus (Saadat, 2014).
Gangguan seks pada perempuan seperti vaginismus dapat memicu kemarahan suami, pertengkaran, pisah ranjang, maupun penderitaan, sehingga banyak pasangan memilih cerai. Padahal seperti yang kita tahu bahwa keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warrahmah merupakan tujuan dan harapan utama pernikahan. Islam adalah agama yang mengatur segala aspek kehidupan, apalagi masalah pernikahan. Apabila hubungan rumah tangga sulit dipertahankan maka dibolehkan untuk bercerai. Tentu sebab perceraian harus dengan alasan yang dibenarkan, hal ini dikarenakan Allah sangat membendi perceraian antara pasangan halal, sebagaimana dijelaskan dari Ibnu Umar, Rasulullah bersabda, di antara sesuatu yang halal tetapi dibenci Allah adalah thalak (diriwayatkan oleh Abu Daud, Ibnu Majah, dan disyahkan oleh hakim, Abu Hatim, menguatkan kemursalannya).
Islam sendiri telah menguraikan tentang vaginismus ini, Kompilasi Hukum Islam yang merupakan lembaga pemutus perkara perdata umat islam termausk perkawinan dan perceraian rujukan hakim pengadilan agama menjelaskan bahwa vaginismus tidak dapat dijadikan alasan perceraian. Mengapa? Sebab, vaginismus tidak termasuk dalam penyakit yang boleh dijadikan alasan perceraian, semisal penyakit gila, kusta, dan supak. Tetapi kita bisa menyimak berikut beberapan alasan perceraian yang diakui menurut Kompilasi Hukum Islam tercantum pada pasal 116
(a) Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, pejudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
(b) Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau hal lain diluar kemampuannya;
(c) Salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih
berat setelah perkawinan berlansung;
(d) Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain;
(e) Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak
dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami istri;
(f) Antara suami istri terus-menerus menjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada
harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga;
(g) Suami melanggar taklik talak;
(h) Peralihan agama atau murtad yang mengakibatkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga
Menurut alasan-alasan menurut KHI tersebut, tidak terdapat vaginismus sebagai alasan perceraian. Namun, semua alasan dibolehkannya perceraian adalah segala hal yang menimbulkan kemudharatan (bahaya) bagi pihak lain, mengganggu keharmonisan, sehingga tujuan perkawinan tidak tercapai. Gangguan seksual seperti vaginismus merupakan penyakit abnormal dan bisa menimbulkan kemudharatan bagi pihak pasangan. Dari sini kita memahami jika vaginismus dapat menjadi alasan perceraian oleh suami. Sesuai pasal 116 KHI poin e, jika salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami istri sebagaimana mestinya (Zein, 2019).

Ikhtiar berobat dan tawakkal
Vaginismus termasuk penyakit disfungsi seksual yang lebih terkenal sebagai penyakit nyeri seksual. Prevalensi tinggi umumnya di antara perempuan dari status sosial dan pendidikan yang tinggi. Seorang perempuan yang menderita vaginismus biasanya selalu merasa bersalah atau berpikir hal tersebut merupakan reaksi alami ketika suami berperilaku tidak menginginkan (berhubungan badan). Sebagian masyarakat masih menganggap hal ini tabu meskipun berbagai penelitian telah membuktikan dan penyakit seks ini biasanya berakhir pada perceraian. Penyakit vaginismus dapat disembuhkan dengan menerapkan terapi hipnotis dan mental imagery. Namun, biasanya pula pasien penderita vaginismus malah dirujuk ke ahli urologi atau bidan. Padahal pasien dapat disarankan untuk menjalani pengobatan ke ahli psikoterapi yang dapat membantu melakukan hipnotis dan mental imagery. Menurut penelitian Keshavarz et al (2013), hypnosis dan mental imagery memiliki pengaruh signifikan pada penderita vaginismus (Keshavarz, Moghadam, Keshavarz, & Akbarzade, 2013).

Lalu bagaimana sikap kita sebagai muslim terhadap karunia Allah yang satu ini? 😊
Menderita suatu penyakit tertentu bukanlah akhir dari kehidupan kita di dunia ini. Mengapa? Allah hendak menguji hamba-Nya untuk mengetahui siapa yang paling bertaqwa di antara umat Rasulullah SAW. Justru ketika kita diuji dengan suatu penyakit misalnya, kita semakin mengencangkan ikat pinggang untuk terus memohon ampunan dan beribadah, mendekat kepada Allah. Yuk kita cek hadits Rasulullah SAW berikut :
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ، فَإِذَا أُصِيْبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللهِ
“Semua penyakit ada obatnya. Jika cocok antara penyakit dan obatnya, maka akan sembuh dengan izin Allah.” [HR. Muslim]
Dalam riwayat yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا أَنْزَلَ اللهُ دَاءً إِلاَّ أَنْزَل لَهُ شِفَاءً
“Tidaklah Allah Ta’ala menurukan suatu penyakit, kecuali Allah Ta’ala juga menurunkan obatnya.” [HR. Bukhari]
Rasulullah  ﷺ bersabda, “Tidaklah seorang muslim yang tertimpa gangguan berupa penyakit atau semacamnya, kecuali Allah akan menggugurkan bersama dengannya dosa-dosanya, sebagaimana pohon yang menggugurkan dedaunannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Bencana senantiasa menimpa seorang mukmin dan mukminah pada dirinya, anaknya, dan hartanya sampai ia berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak ada kesalahan pada dirinya.” (HR. At Tirmidzi, dan beliau berkomentar, “Hasan shahih.”, Imam Ahmad, dan lainnya)
Sesungguhnya besarnya pahala itu berbanding lurus dengan besarnya ujian. Dan sesungguhnya jika Allah mencintai suatu kaum, Dia akan menguji mereka. Siapa yang ridha, baginya ridha(Nya), namun siapa yang murka, maka baginya kemurkaan(Nya).” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Selain itu, Allah juga menyuruh hamba-Nya untuk berikhtiar semampunya. Kita tidak diperbolehkan pasrah dengan takdir atau nasib yang menimpa kita. Ikhtiar dan doa, itulah yang Allah suka sehingga Allah ridho dengan kita. Sebagaimana ayat berikut …

لَتُبْلَوُنَّ فِي أَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَلَتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا أَذًى كَثِيرًا وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ
Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu benar-benar akan mendengar dari orang-orang yang diberi al-Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan [Âli ‘Imrân/3 : 186]
Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga mereka mengubah diri mereka sendiri,” (QS. Ar-Ra'd:11).
“Dan boleh jadi kamu membenci sesuatu tetapi ia baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu tetapi ia buruk bagimu, dan Allah mengetahui dan kamu tidak mengetahui,“ (QS. Al-Baqarah: 216).


فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
Apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya (QS Ali Imran 3:159)

References

Keshavarz, A., Moghadam, H. H., Keshavarz, A., & Akbarzade, R. (2013). Treatmen of Vaginismus disorder with mental imagery and hypnotism : a case study. Social and behavioral sciences, 252-255.
Mizhari, M. (2018). Culture, Religion, and Vaginismus. A clinical dissertation, 1-24.
Pereira CMA, G. K., & HJ, F. (2013). Medical and Physiotherapy Intervention in vaginismus : a case report. 1.
Saadat, S. H. (2014). Vaginismus : A Review literature and Recent Up Treatments. International Journal of Medical Reviews, 1-4.
Zein, N. (2019). Vaginismus sebagai alasan perceraian menurut kompilasi hukum islam dan fiqh syafiiyah. Riau: Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UIN Suska Riau.



Comments

Popular posts from this blog

Celengan rindu

Review Film Jakarta Unfair dan opini mengenai permasalahan kemanusiaan di Indonesia