menjelang uen

Hm, tak mungkin hanya aku yang merasa bahwa dunia kini kian sempit, waktu kian cepat berlalu, dan kehidupan akan berjalan seperti ini seterusnya, monoton. Kecuali ada seseorang, peristiwa, fenomena, yang membuat gebrakan-gebrakan yang membuat kami bangkit dari kenyamanan ini.
Kita adalah manusia biasa, biasa mengikuti aturan-aturan tanpa tahu dasarnya. Kami biasa belajar menghafal tanpa tahu asal muasalnya. Kami biasa menggunakan rumus untuk memevahkan berbagai persoalan. Tak banyak dari kami yang peduli akan sebuah dasar. Kemudian kami menerima, pura-pura mafhum, dan lupa.
Begitulah kesimpulanku dari hasil diskusi abal-abal bersama si shaffan dan laela, selasa 22 maret 2016
Beginilah alam bekerja pada poros waktu. Kami hanya berdiri, meminjam bumi, untuk sekadar bercanda, bersandiwara, dan belajar. Hayo, ini H-berapa teman? Ini tanggal 24, sedangkan proses pencetakan tulisan dibalik ijazah itu dimulai tanggal 4 april. Miris gak sih? Kata semangat bukan slogan kami, kami sudah tidak sempat menyuarakan semangat di waktu ini.
Namun di sinilah indahnya waktu, waktu yang bekerja selalu menuai keharmonisan. Membuatku tersenyum pelit di tengah pahitnya menuntut ilmu. Justru puncak pembelajaran ada di sini. Yap, tepat sekali.
Aku dan teman-temanku mendadak jadi anak yang rajin ever. Dunia ini seketika berubah mindset menjadi ‘aku harus belajar, setiap waktu’. Karena dalam setiap relung hati kami tertanam, kami akan mencetak sendiri nilai-nilai yang sedikit banyak menentukan masa depan kami. Suasana tampak mencolok. Pagi tiba di kelas, kami sudah ribut sana-sini cari teman untuk bantu menyelesaikan soal yang teranggap susah. Kami sibuk denagn kelompok-kelompok seacra otomatis. Hukum alam itu bekerja dengan lancar dan baik. Yakni, deadline. Waktu yang tersisa senagja kami pergunakan demi sebuah dead yang baik dan emmbahagiankan
Dia akhir masa seperti ini, masa yang msemakin membuat kulit kami menua, proses kedewasaan itu diam-diam membuntuti kami. Kami mulai melek denagn masa depan. Kami mulai sadar untuk sedikit tak membebani orang tua. kami belajar menentukan pilihan sekolah lanjutan sendiri. Kami mulai mengulas kemabli pelajaran yang lupa. Kami semakin menjadi seorang serba tahu, karena keterpaksaan. Kami mulai belajar berbicara dengan Allah ketika dirundung bimbang. Kami mulai berbisik padaNya, merayu-rayu, memuji-muji, agar ridhoNya menyelimuti kami.
Terasa sempit yah? Sibuk. Kurang waktu. Belum siap. Masih bingung. Masih suka ngeluh. Masih enggak tahuan.
Setelah kupikir-pikir, kami salah. Apapun yang kami ahadapi saat ini adalah keciiil sekali. Aku yakin ada banyak orang di luar sana yang sedang lebih kesusahan, lebih kurang waktu, lebih pintar, lebih segalanya..
Tak apa, mungkin kami masih lebih muda, lebih cenderung memandang sulit untuk urusan yang orang lebih tua lebih bisa. Sudah, tak apa.

Catatan 10 hari sebelum ujian nasional berlangsung, hari kedua gladhi bersih un bk, hari tertawa ria di lab komputer tempat aku dan teman sekelasku berjuang, hari di mana kami sekelas kena shooting orang Korea sebab salah seorang teman, hari biasa menjelang UN, hiruk pikuk lupa jajan semangat ujian :DDD *alay mode on*

Mau ujian aja AKU L-E-B-A-Y ?!?!?!

Thursday,  24 Maret 2016 | 5.54 pm

Comments

Popular posts from this blog

Celengan rindu

Apa itu Vaginismus? Bagaimana islam memandang?

Review Film Jakarta Unfair dan opini mengenai permasalahan kemanusiaan di Indonesia