Advice mode
Mungkin
sekitar dua minggu yang lalu, rutinitas mentoringku tidak seperti biasanya.
Seorang guru SMP menggantikan murobbiahku (yang biasa mengisi) karena beliau
berhalangan untuk hadir. Dalam petuah-petuah materi yang disampaikan oleh
murobbiah pengganti itu, terselip teladan yang membuat otakku mengolah sebuah
kesimpulan. Sebab beliau seorang guru, maka beliau bercerita tentang murid di
sekolah tempat beliau mengajar. Singkatnya begini, ada salah seorang murid yang
‘dielokke’ oleh beliau. Ya, seperti
biasalah yang namanya murid, pasti ada yang nakal, kurang serius belajar, gojek, deesbe. Sehingga membuat seorang
guru perempuan itu naik pitam, nggondhok
karena ulahnya, dan beliau pun dengan suasana nggondhok menasehati muridnya itu. Dan hasilnya? Murid itu tak
berubah, masih sama saja. Kemudian beliau berinisiatif untuk menasehatinya
dengan halus, dengan perasaan. Tak lama kemudian, beliau mengadakan ulangan
harian. Sangat tak disangka-sangka, sang murid yang membuat gurunya nggondhok itu memperoleh nilai tertinggi.
Sudah mengerti
bukan? Paham, kan?
Manusia memang
tidak ada yang sempurna dan setiap manusia pasti pernah berbuat salah. Mungkin
inilah yang menimbulkan naluri untuk saling mengingatkan. Tujuannya? Supaya kita
mampu belajar, karena kesalahan timbul agar kita tidak terus terlena, agar kita
menjadi pribadi yang lebih baik, agar kita sadar bahwa kesalahan adalah
pembelajaran. Dalam konteks saling mengingatkan itulah tersimpan nasehat yang
sangat bermanfaat bagi diri pribadi kita. Rasanya tak perlu aku jelaskan
panjang lebar mengenai nasehat dan hal-hal yang menyertainya. Pada hakikatnya,
akan lebih mudah melihat kesalahan orang lain daripada diri sendiri. Mau seribu
kali bercermin pun, apakah kita yakin bisa menemukan kesalahan diri kita
sendiri? Yang ada mah kesalahan baju
yang kancing pertamanya berpasangan dengan kancing kedua #wkwk. Maka,
keberadaan orang lain di sini sangat berperan penting bagi manusia selain
seorang manusia tidak mampu mencukupi kebutuhan sendiri tanpa bantuan orang
lain.
Pernah nggak kalian diberi nasehat oleh guru
ketika kbm (kegiatan belajar mengajar) berlangsung sebab kalian melakukan
kesalahan? Maybe.. most of us ever. Aku pun sangat pernah sekali, nggak Cuma satu dua kali saja. Nah,
itulah pendidikan. Lewat pengingatan model seperti ini terkandung berjuta makna
dan pembelajaran. Jangan salah, lewat cara ini pula kita bisa mengulas seluk
beluk pendidikan kita, model kbm di kelas, psikologi siswa, teaching mode, dan banyak hal lainnya.
Pelajaran di sekolah memang cukup membosankan (kecuali bagi sebagian orang).
Hingga ngobrol saat kbm berlangsung
menjadi ngobrol di sekolah ternikmat.
Ya, nggak? Hal seperti ini tak
seharusnya membuat kita berpikir oh anak
ini bodoh, tidak mau memperhatikan guru, tidak sopan karena menyepelekan, dan
buanyak sekali. Pembelajaran terbesar terletak pada si murid atau orang yang
merasa dirinya bersalah. Tetapi, dari sini pula banyak hal yang perlu dikaji
tentang segala aspek dan tetek mbengeknya.
Aku yakin, kalian pasti lebih paham ..
Ketika kita, eh aku, tengah asyik mengobrol di kelas
saat kbm berlangsung, tak ada angin tak ada badai tak ada petir tak ada meteor
jatuh, bahkan melebihi dari semua itu, claaap
dooorrr *remuk*, beberapa susunan
kata-kata meluncur dari mulut guru yang mulia meroket ke telingaku tembus
hingga ulu hatiku, daaannn... tanpa hembusan nafas terakhir, m-a-t-i. Tanpa
seizin pemilik ruh, hatiku seketika hidup kembali. Syaraf-syarafku yang tadinya
konslet, tak lama kemudian kini telah kembali normal dengan tampilan baru, setelah
beberapa sekon menggetarkan bulu kudukku. Yha, ternyata aku dinasehati. Tentang
kesalahanku yang merugikan banyak orang, membunuh jutaan calon
generasi-generasi unggul melebihi korban tewas akibat peristiwa meteor jatuh
–mana ada--. (maaf ya kawan). Sedangkan aku, jelas tidak merugi, sebab aku
sedang mengorek-ngorek keuntungan.
Tapi nyatanya, keuntunganku itu tak berbanding lurus dengan ekspetasi jiwaku
yang telah diracuni syaiton. Sebenarnya ada model nasehat lain yang sama
menggetarkannya dengan cara guru, pernah ceriwis sendiri dalam suasana yang
hikmat? Lalu teman kalian mengingatkan? dengan ‘sssttt’, singkat padat jelas.
Sama-sama perihnya menusuk ulu hati. Bahkan, lebih perih daripada kata-kata
semacam gempa diikuti bangunan runtuh terbanting keras di telinga.
Jadi
kesimpulannya ?
Model nasehat
melalui lisan terbagi menjadi dua. Yang pertama, goncangan di luar. Yang kedua,
goncangan di dalam. Sedangkan macam-macam akibat yang ditimbulkan sangat
banyak sekali atau sedikit atau malah tidak ada. Karena, diri kitalah yang
mampu membagi macam jenis akibat yang ditimbulkan berdasarkan persepsi dari
diri kita. Kemudian efeknya pun sangat bergantung pada diri kita. Pun kita
sebagai manusia pasti dirayu-rayu setan untuk larut dalam lembah kenikmatan
yang ditawarkan setan, tapi kita tetap bisa menamengi dengan meminimalisir
kerugian dengan merugikan diri sendiri saja. Dengan contoh di atas, kita dapat
memilih tidur saat kbm ketimbang ceriwisss.. (nasehat untuk diri saya pribadi
pula). Hiks.
Tips
ter-tokcer ?
Minimize our faults (aku tahu
ini sangat sulit) dan do the best !
Warning! :
saya tidak bermaksud menggurui ataupun sok pinter, tulisan ini ditulis juga
sebagai konsumsi pribadi.
Monday | 28/12/15
Comments